Mojokertopos.com : Reformasi birokrasi adalah perubahan pola pikir(mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur negara dan merupakan suatu upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi) ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur. Reformasi birokrasi secara umum dapat diartikan upaya memperbaiki birokrasi pemerintahan secara terus menerus untuk peningkatan kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan.
Pelayanan publik juga dapat diartikan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administrasi sebagaimana definisi pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Oleh karena itu, pemerintahan dibentuk antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik pada era transformasi digital membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa.
Saat ini negara-negara dunia berada pada era digital dimana teknologi yang terus berkembang memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pelayanan publik.untuk mencapai tujuan yang diharapkan ada prasyarat yang harus dipenuhi. Sebagai gambaran, untuk mampu beradaptasi dalam revolusi industri 4.0, sistem pemerintah Indonesia perlu memiliki kualitas teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, berefleksi pada hasil survei Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mengenai E-Government Development Index (EGDI) menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 88 dari 193 negara pada tahun 2020. Posisi Indonesia pada tahun 2019 memang meningkat 19 peringkat menjadi 88 dibandingkan tahun 2018 yang sebelumnya peringkat 107. Namun, skor rata-rata EGDI Indonesia masih cukup jauh dari negara-negara Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) seperti Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, khususnya Singapura.
Dari pernyataan tabel di atas menyatakan bahwa peringkat EGDI ini menunjukkan perkembangan E-Government Indonesia masih belum optimal. Artinya kualitas pengembangan E-Government di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Padahal sebagai bagian dari sistem pemerintahan, E-Government telah lama diimplementasikan di Indonesia. Bahkan, sebagai di kursus tata Kelola pemerintahan E-Government sudah hadir di akhir tahun 90-an. Hal ini tentunya menjadikan suatu tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk dapat lebih meningkatkan kompetensi di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta infrastruktur TIK, ketika kita bicara dalam konteks revolusi industri yang mana teknologi yang diterapkan jauh lebih canggih, seperti Internet of Thing (IoT), artificial intelligence, rekayasa genetika, robot, mesin pintar dan big data.
Keberadaan berbagai teknologi digital tersebut sebenarnya dapat mendorong inovasi di sektor publik di sisi lain, human capital index(HCI) Indonesia (2018) juga masih tertinggal dengan Negara-negara lain. Indeks human capital Indonesia sebesar 0,53 atau berada pada peringkat 87 dari 157 negara. Dalam konteks birokrasi, masih ada catatan minim. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) di akhir tahun 2018 mengungkapkan fakta 30% atau sekitar 1,35 juta pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki kinerja buruk. Relasi antara birokrasi dan revolusi industri 4.0 menjadi isu hangat dalam studi administrasi publik kontemporer.
Menurut Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Diah Natalisa, pemerintah harus mampu beradaptasi dan bertransformasi menghadapi kondisi yang sangat dinamis. Saat ini layanan yang dapat diakses anytime, anywhere, any device menjadi tuntutan kebutuhan masyarakat sehingga transformasi digital menjadi urgensi yang harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara pelayanan publik, disisi lain dalam penyelenggaraan pelayananan publik Kita bisa menyaksikan bagaimana Gojek, Bukalapak, Tokopedia dan aplikasi lainya telah merubah banyak hal dari sisi kehidupan. Ketanggapan dan keluwesan merupakan suatu hal penting untuk dimiliki oleh organisasi pemerintah, agar dapat mendukung terwujudnya pelayanan yang lebih memberikan fokus pada penciptaan pelayanan yang berorientasi pada kepuasan masyarakat. Untuk memberikan pelayanan yang cepat, efektif, dan efisien maka perlu dilakukan terobosan inovasi-inovasi baru, yaitu suatu inovasi digital (online) yang berkelanjutan, sehingga manfaatnya dapat di rasakan jangka panjang oleh masyarakat.
Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan pelayanan sering dilihat dan didengar adanya tindakan dan prilaku oknum pemberi pelayanan yang tidak sopan, tidak ramah, diskriminatif, sistem pelayanan yang belum transparan, berbelit-belit serta tidak menjamin adanya kepastian, baik waktu maupun biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, diantaranya adalah:
• Revitalisasi, restrukturisasi, dan deregulasi di bidang pelayanan publik.
• Peningkatan prefesionalisme pejabat pelayan publik.
• Korporatisasi unit pelayanan public
• Pengembangan dan pemanfaatan Electronic-Government (EGovernment) bagi instansi pelayanan public
• Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan public.
• Pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang lebih berkualitas, dalam arti lebih berorentasi kepada aspirasi masyarakat, hal ini menyangkut pemenuhan akan janji. Kualitas jasa pelayanan akan sangat tergantung dan biasanya diukur atas prinsip TERRA yang Responsiveness dan Assurance. Tangibles adalah penampilan fasilitas fisik, alat, personil, dan bahan komunikasi. Empaty adalah sikap memahami, memberikan pelayanan dan perhatian kepada publik. Reliability adalah kemampuan untuk menyampaikan pelayanan yang andal dan akurat sesuai dengan janji. Responsiveness adalah daya tanggap dalam memberikan pelayanan kepada publi. Sedangkan Assurance adalah pengetahuan, keramahan, kesantunan dan kemampuan untuk membangun kepercayaan publik. Sedangkan surprise adalah cara mencapai keadaan dimana publik pelanggan merasa kejutan positif atas pelayanan yang diberikan. Adapun upaya yang dilakuka untuk meningkatkan pelayanan publik dengan memadukan perubahan yang sedang terjadi, maka paling tidak terdapat 4 (empat) hal yang perlu dipertimbangkan dalam rangka kaji ulang atas pemberian layanan publik di era digital ini, antara lain:
• Mengembangkan perangkat digital yang mendukung mobilitas pegawai sehingga mempermudah semua aktifitas dan kolaborasi antar pegawai dalam pemberian layanan kepada masyarakat;
• Mengembangkan/modifikasi proses bisnis sebagai respon atas perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat di era digital.
• Melakukan identifikasi kembali proses bisnis yang relevan dengan tujuan utama pemerintah.
• Mengupayaka layanan yang diberikan kepada masyarakat real time/instanst dan diinformasikan kepada masyarakat (kejelasan dan kepastian layanan)
Berkembangnya teknologi selalu membuat masyarakat terkoneksi satu dengan lain dengan mudah dan diharapkan layanan publik dapat dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut dan para Aparatur Negara juga harus lebih dekat dengan masyarakat dan mampu memberikan kenyamanan dan merangsang masyarakat lebih inovatif, kreatif, produktif serta memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional.
Khoirul anam/Administrasi Publik/Universitas Muhammadiyah Sidoarjo