Oleh : Alfredo Akhsani Wijanarko, Mahasiswa Prodi Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Mojokertopos.com : Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN mampu melayani publik netral sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Ada beberapa permasalahan utama birokrasi dan menjadi sasaran utama dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yaitu organisasi, peraturan perundang-undangan, SDM aparatur, kewenangan, pelayanan publik, pola pikir atau mindset, budaya kerja culture set, dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, pihak-pihak yang terlibat adalah agen perubahan, instansi pemerintah, pimpinan dan atau pegawai instansi pemerintah, kelompok kumpulan dari individu-individu dalam suatu instansi pemerintah yang memiliki tujuan yang sama.
Strategi reformasi birokrasi pemerintahan daerah merupakan salah satu cara atau upaya untuk memperkuat daerah dalam rangka menjalankan roda pemerintahannya sekaligus memperkuat peran pemerintah daerah dalam menjalankan konsep desentralisasi sesuai dengan amanat otonomi daerah. Pemerintah Daerah berhak, dan berwenang mengurus rumah tangganya sendiri, kepadanya diberikan urusan pemerintahan dalam upaya mengelola sumber-sumber keuangan, penyediaan pelayanan publik, dan pembangunan daerah, kongkritnya berdasarkan asas efisiensi dan efektivitas. Melalui strategi reformasi birokrasi ini pada dasarnya merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi, hubungannya adalah strategi reformasi birokrasi merupakan jawaban atas tuntutan terhadap pemerintahan yang berdaya guna dan berhasil guna dan bertanggungung jawab serta menciptakan pemerintahan yang bersih. Hal ini tentunya memerlukan strategi reformasi birokrasi dan sumber daya manusia yang memiliki integritas, kompetensi, dan konsistensi dalam menjalankan roda pemerintahan daerah.
Reformasi birokrasi yang digagas pada tahun 2014 melalui UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara mengadopsi pendekatan manajemen pengembangan sumber daya manusia strategis menggantikan perspektif manajemen kepegawaian. Perubahan pendekatan ini diharapkan dapat menciptakan (1) Aparatur Sipil Negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai penjaga persatuan dan kesatuan bangsa. (2) Mewujudkan Aparatur Sipil Negara sebagai profesi dan pelaksana manajemen Aparatur Sipil Negara yang berdasarkan pada asas kompetensi dan kualifikasi atau merit sistem dalam setiap tahap manajemen Aparatur Sipil Negara yang sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Namun, kenyataannya, UU No. 5 Tahun 2014 berjalan tidak sebagaimana mestinya. Selain peraturan pelaksana yang hadir terlambat dan bahkan ada yang belum dikeluarkan, juga berbagai penyimpangan dalam implementasinya mewarnai jalannnya reformasi birokrasi di Indonesia.
Pada Kenyataannya birokrasi pemerintahan daerah belum berhasil mewujudkan fungsinya dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efisien kepada masyarakat. Meskipun reformasi sudah berlangsung sejak lebih dari belasan tahun tetapi sampai saat ini dalam realitasnya birokrasi pemerintahan daerah belum mampu mereformasi dirinya dalam memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Pemerintah pusat sejak kebinet Indonesia Bersatu jilid ke-2 secara nasional sudah menetapkan kebijakan reformasi birokrasi dengan menetapkan grand design reformasi birokrasi sejak tahun 2010 sehingga dapat dipedomi dan dilaksanakan oleh pemerintahan daerah. Tetapi kebijakan itu belum lagi diimplementasikan secara efektif dan efisien pada pemerintahan daerah. Oleh karena itu refrormasi birokrasi pemerintahan daerah perlu digalakkan secara berkesinambungan sehingga birokrasi dapat meningkatkan kinerjanya memberikan pelayanan bagi kepentingan publik.