Mojokerto – DPRD Kota Mojokerto melaksanakan pembacaan rekomendasi atas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota Mojokerto Akhir Tahun Anggaran 2019, Selasa (28/4/2020) di Ruang Rapat DPRD Kota Mojokerto.
Riza Ibnu Yulianto, S.E. selaku Juru Bicara DPRD Kota Mojokerto mengatakan jika ada 16 Rekomendasi atas LKPJ Wali Kota Mojokerto akhir tahun anggaran 2020. Rekomendasi yang pertama yakni Program Peningkatan Keamanan dan Kenyamanan Lingkungan Kota Mojokerto mempunyai daya tarik dari sisi pemasaran bagi para PKL.
“Hal ini menjadikan Kota Mojokerto menjadi pusat perdagangan dan jasa bagi warga sekitar kota. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan semakin besar dan banyaknya PKL, baik dari kota sendiri maupun dari luar kota yang masuk dan melakukan aktifitas perdagangan di Kota Mojokerto,” tegasnya..
Selanjutnya rekomendasi yang kedua yakni Program Ketenagakerjaan Untuk menurunkan angka pengangguran salah satu program yang dilakukan adalah dengan meningkatkan potensi peluang kerja dengan melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja bagi pencari kerja.
“Para peserta pendidikan dan pelatihan ini pada umumnya sangat antusias dalam mengikuti pelatihan akan tetapi mereka tetap saja menginginkan dapat bekerja di sektor formal. Sementara bagi mereka yang ingin membuka usaha sesuai dengan bekal pelatihan yang didapatnya, mereka terkendala dengan kebutuhan modal usaha yang diperlukan,” terangnya.
Selanjutnya rekomendasi yang ketiga yakni Pertanahan. Terdapat beberapa kasus sengketa pertanahan di Kota Mojokerto. Kasus pertanahan ini timbul karena adanya pengaduan yang berisi kebenaran dan tuntutan terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara di lingkungan Kantor Badan Pertanahan Nasional yang dirasakan keputusan pejabat tersebut merugikan hak-hak mereka atas suatu bidang tanah.
“Dengan adanya klaim tersebut mereka ingin mendapatkan penyelesaian secara administrasi dengan apa yang disebut koreksi serta merta dari Pejabat yang berwenang,” ujarnya.
Selanjutnya rekomendasi yang keempat yakni Lingkungan Hidup. Saat ini volume sampah di Kota Mojokerto semakin meningkat volumenya yang tidak sebanding dengan luas lahan TPA.
“Penambahan luas lahan TPA hendaknya jangan dijadikan satu-satunya solusi untuk mengatasi hal ini. Namun perlu ada langkah-langkah inovasi dalam pengelolaan sampah, seperti membangun Pusat Daur Ulang Sampah, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Tempat Pengolahan Sampah 3R (reduce, reuse, recycle) atau TPS3R, pengurangan sampah organik dengan BSFL (Black Soldier Fly Larva), rumah kompos, pengelolaan sampah di pasar, Sistem SWAT (Solid Waste Transportation),” ujarnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kelima yakni Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Kota Mojokerto terhadap hal-hal seperti, masih rendahnya inisiatif wajib KTP untuk melakukan perekaman KTP elektronik, khususnya pemula. Masih banyaknya data ganda penduduk yang menyebabkan database kependudukan invalid.
“Untuk mengatasi hal itu perlu ada sosialisasi yang dilakukan secara konsisten, terpadu, dan terkoordinir dengan kelurahan,” pungkasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang keenam yakni Pemerintahan. Masih minimnya terobosan atau inovasi yang dilakukan oleh kelurahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan dalam mengatasi permasalahan kewilayahan. Hal ini dapat dimaklumi karena sebagian besar Lurah telah menjabat lebih dari 5 tahun, bahkan ada yang sudah bertahun-tahun masih saja jadi lurah.
“Perlu untuk menjadi pertimbangan bahwa lebih dari 5 tahun menduduki jabatan yang sama itu berpotensi menimbulkan kejenuhan yang akibatnya dapat menurunkan motivasi dan etos kerja.
Bila demikian, inovasi, prestasi dan profesionalitas apalagi yang dapat diharapkan. Untuk itu perlu ada peremajaan menyeluruh terhadap Lurah yang minimal sudah lebih dari 5 tahun menjabat,” katanya.
Selanjutnya rekomendasi yang ketujuh yakni Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Belum adanya Peraturan Daerah maupun Peraturan Walikota mengenai petunjuk teknis pemrosesan izin pemanfaatan ruang pada kegiatan peningkatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penanaman modal. Hal ini memunculkan multi interpretasi dalam memperoleh izin pemanfaatan ruang sebagai pintu masuk investasi.
“Selain itu juga masih banyaknya pengusaha yang tidak tertib dalam pengisian Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Hal ini dikarenakan adanya stigma yang berkembang di kalangan pengusaha bahwa segala bentuk pengisian laporan merupakan upaya pemerintah untuk menarik pajak lebih besar dari pengusaha,” urainya.
Selanjutnya rekomendasi yang kedelapan yakni Pengawasan. Belum optimalnya implementasi SPIP di Tingkat Pemerintah Kota dan OPD, karena belum diterapkan pengelolaan risiko yang memadai atas risiko yang strategis dan operasional pada tingkat kegiatan.
“Selain itu masih adanya Keterbatasan jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pelaksanaan program pengawasan. Pemerintah Kota Mojokerto hendaknya dapat segera memenuhi kebutuhan jumlah dan kualitas SDM ini,” jelasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kesembilan yakni Kepegawaian. Belum terakomodirnya kebutuhan pendidikan dan pelatihan secara keseluruhan untuk peningkatan kompetensi PNS yang dapat menghambat terciptanya aparatur yang profesional dan kompeten di bidangnya.
“Selain itu masih ada jabatan yang tidak ada pejabatnya yang diisi oleh pelaksana tugas (Plt). Sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 2/SE/VII/2019 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawian tertanggal 30 Juli 2019, pada huruf b angka 11 disebutkan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas melaksanakan tugasnya untuk paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan. Hendaknya Walikota memperhatikan dan mempedomani ketentuan dalam surat edaran dimaksud terkait dengan pelaksana tugas yang saat ini masih ada di lingkungan Pemerintah Kota Mojokerto,” tegasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kesepuluh yakni Bidang Fisik / Infrastruktur. Pada tahun 2019, ada beberapa pekerjaan fisik yang mengalami putus kontrak dikarenakan pekerjaan yang dilaksanakan tidak dapat selesai 100 prosen. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan saluran dan drainase dimana pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang berdampak langsung kepada masyarakat, hal ini menyebabkan terganggunya aktivitas masyarakat. Selanjutnya dampak dari sisa material pekerjaan yang putus kontrak seperti penumpukan (box culvert) yang belum terpakai yang berada di tepi jalan – jalan protokol yang ada di Kota Mojokerto sangat mengganggu kenyamanan dan keindahan Kota Mojokerto. Sehingga beberapa hal tersebut berdampak signifikan terhadap kehidupan sehari – hari masyarakat kota mojokerto.
“Penangangan terhadap dampak pekerjaan yang putus kontrak tersebut harus menjadi prioritas untuk segera direalisasikan. Seperti yang sudah diketahui bahwa Pemerintah Kota Mojokerto melalui Dinas PUPR telah melakukan upaya perbaikan dengan menggunakan Dana Pemeliharaan saluran SDA. Dari hasil konsultasi yang sudah dilakukan oleh DPRD Kota Mojokerto dan beberapa pihak terkait dari Pemerintah Kota Mojokerto ke BPKP dan LKPP, bahwa penggunaan Dana Pemeliharaan untuk pekerjaan yang putus kontrak merupakan pelanggaran berat dikarenakan adanya penyebrangan dari belanja barang ke belanja modal dalam hal ini sudah ada perbedaan obyek. Pergeseran penting sifatnya harus dilakukan untuk legal standing. Hal tersebut menjadikan resiko tidak mendapatkan opini WTP,” tukasnya.
Lebih lanjut riza juga mengatakan jika banyak hal yang kami sampaikan terkait rekomendasi tentang infrastruktur ini. Contohnya Untuk pelaksanaan pekerjaan penanggulangan banjir di Kota Mojokerto harus tetap menjadi skala prioritas Pemerintah Kota Mojokerto. Salah satunya terkait Keberlangsungan Rumah Pompa Air juga harus menjadi atensi bagi Pemerintah Kota Mojokerto meskipun sampai dengan saat ini wewenang terkait operasional Rumah Pompa Air tersebut masih menjadi kewenangan BBWS.
“Terutama untuk ketersediaan bahan bakar bagi Rumah Pompa Air tersebut masih banyak kekurangan dan hal tersebut sangat dikeluhkan oleh masyarakat. Terkait hal tersebut diharapkan Pemerintah Kota Mojokerto dapat terus melakukan koordinasi yang intensif dengan BBWS terkait operasional Rumah Pompa Air,” pungkasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kesebelas yakni Bidang Keuangan. Pada Tahun 2019 realisasi Pendapatan Daerah Kota Mojokerto sebesar 94 prosen dari target yang dianggarkan. Pencapaian Pendapatan Daerah yang tidak mencapai target ini dikarenakan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Mojokerto hanya sebesar 92,17 prosen dan realisasi Dana Perimbangan hanya sebesar 91,57 prosen.
“Untuk memaksimalkan realisasi Pendapatan Daerah hendaknya perencanaan lebih dicermatkan lagi sehingga perolehannya dapat lebih dipastikan. Untuk pencapaian target Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Kota Mojokerto diharapkan untuk dapat menggali potensi – potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang belum dapat tergali dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan Kota Mojokerto,” tuturnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kedua belas yakni bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam penerapan PPDB hendaknya kebijakan yang dibuat pemerintah kota, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Mojokerto harus memperhatikan keberadaan sekolah-sekolah swasta yang ada sehingga tidak terkesan yang sebaliknya, yang justru dapat mematikan keberlangsungan hidup sekolah swasta yang ada.
“Selain itu, Pemerintah Kota Mojokerto hendaknya selalu memperhatikan keadaan sarana dan prasarana sekolah. Harus dilakukan perawatan yang berkelanjutan terhadap fasilitas bangunan sekolah. Demikian pula sarana dan prasarana lainnya yang sudah tidak memadai / rusak perlu mendapat perbaikan-perbaikan. Dengan demikian para siswa diharapkan mendapatkan kenyamanan dalam proses belajar mengajar,” katanya.
Selanjutnya rekomendasi yang ketiga belas yakni Bidang Kesehatan. Karena dalam satu wadah, Dinas Kesehatan hendaknya ikut berperan aktif dalam membesarkan Rumah Sakit Umum Daerah utamanya dalam hal menambah okupansi jumlah pasien. Untuk itu diperlukan sinergitas yang baik antara Dinas Kesehatan dan RSUD.
“Selain itu, Perlu ada perhatian dan sistem pengawasan yang baik terhadap keberadaan beberapa puskesmas pembantu yang ada oleh Dinas Kesehatan, karena selama ini fungsi dan perannya belum maksimal utamanya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” tegasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang keempat belas yakni Bidang Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana. Pembentukan PIK-R di kota Mojokerto dirasa belum maksimal bahkan terkesan tidak ada, hal ini ditandai belum bisa dirasakannya manfaat dari berdirinya PIK-R itu sendiri padahal bila diperankan dengan baik manfaat yang bisa diambil akan sangat banyak.
“Selain itu, sarana dan prasarana di tempat-tempat umum sebagai sarana rekreasi keluarga, khususnya tempat bermain untuk anak-anak sudah banyak dibangun di beberapa kelurahan. Namun sayangnya tempat rekreasi keluarga tersebut kurang mendapat perhatian dalam perawatan dan pemeliharaannya, sehingga saat ini banyak yang rusak. Salah satu contohnya tempat bermain anak-anak di alun-alun. Hendaknya Pemerintah Kota Mojokerto segera memberikan perhatian untuk perawatan dan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana rekreasi keluarga ini,” tandasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang kelima belas yakni Bidang Sosial.
Diperlukan pendataan ulang secara komphehensif kepada penerima bantuan baik yang bersumber dari APBD maupun APBN mengingat selama ini masih banyak penerima bantuan di beberapa kelurahan yang tidak tepat sasar.
“Untuk itu kinerja fasilitator SLRT perlu ditingkatkan lagi dalam mencermati perubahan status sosial masyarakat demi rasa keadilan,” jelasnya.
Selanjutnya rekomendasi yang terakhir yakni Capaian Indikator Makro Ekonomi. Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya, dengan asumsi bahwa pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari PDRB atas harga konstan Tahun 2010.
“Laju pertumbuhan ekonomi Kota Mojokerto pada Tahun 2019 sebesar 5,75 prosen mengalami perlambatan jika dibandingkan pada Tahun 2018 yaitu sebesar 5,80 prosen, hal ini disebabkan penurunan kontribusi lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan sejak tahun 2014. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh semakin berkurangnya lahan untuk sektor pertanian, karena lahan yang ada sebagian besar sudah dimanfaatkan untuk sektor real properti maupun industri. Meskipun tidak dapat dipungkiri karena pola pembangunan di Kota Mojokerto yang sudah tidak bergantung lagi kepada sektor sumber daya alam, dimana perkembangan Kota Mojokerto menuju ke arah Kota jasa dan perdagangan, akan tetapi pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri sangat diperlukan untuk ketahanan stabilitas perekonomian di Kota Mojokerto,” pungkasnya. (Mar/Adv)